Beranda Harga Beras Dunia Turun, Tapi di Indonesia Masih Mahal: INDEF Soroti Kebijakan Pemerintah

Harga Beras Dunia Turun, Tapi di Indonesia Masih Mahal: INDEF Soroti Kebijakan Pemerintah

Oleh, Redaksi
4 hari yang lalu - waktu baca 2 menit
Ilustrasi beras/bulog

SuaraGarut.id - Meskipun saat ini harga beras dunia sedang anjlok, hal ini dinilai tidak serta merta membuat harga beras di Indonesia menjadi turun. Menurut Kepala Pusat Pangan, Energi, dan Pembangunan Berkelanjutan INDEF, Abra Talattov pemerintah seharusnya dapat segera menurunkan harga beras di tingkat konsumen dengan melepas cadangan berasnya.

“Saya rasa pemerintah perlu mempertimbangkan kembali kebijakan Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Cadangan Beras Pemerintah (CBP) perlu dipertimbangkan dilepas lagi untuk menstabilkan harga di tingkat konsumen,” katanya, saat berbincang bersama Pro 3 RRI, Jumat (16/5/2025).

Saat ini, stok beras yang dimiliki pemerintah mencapai 3,8 juta ton. Angka ini merupakan yang tertinggi dalam 23 tahun terakhir.

Peningkatan produksi beras, sebut Abra, dipengaruhi sejumlah faktor. “Pertama adalah musim yang cenderung lebih baik dari tahun lalu,” ujarnya.

Faktor berikutnya adalah kebijakan rafaksi beras dan gabah. Kebijakan ini memungkinkan Bulog untuk menyerap beras dan gabah dari petani, meskipun kualitasnya di luar standar.

“Padahal Bulog membeli gabah petani sesuai dengan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) sebesar Rp.6.500 per kilogram. Ketika Bulog menyerap beras dari petani dengan kualitas apapun, yang akan menanggung resikonya adalah Bulog,” kata Abra.

Diketahui pemerintah telah resmi menaikkan HPP gabah mulai 15 Januari 2025. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi kesejahteraan petani dan menjaga stabilitas pasokan beras nasional.

“Dengan CBP yang melimpah sekarang ini, pemerintah masih menahan stok tadi untuk menjaga harga di tingkat petani. Tapi disisi lain konsumen ada beban, yaitu harga beras yang tidak turun,” ucapnya.

Kondisi ini, menurut Abra, dalam jangka pendek memang akan menguntungkan petani. Namun, selain sebagai produsen, di satu sisi petani juga sekaligus sebagai konsumen, yang perlu membeli kebutuhan pokoknya.

Abra menilai terjadinya peningkatan produksi beras tidak otomatis meningkatkan kesejahteraan petani. “Hal ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) per April lalu yang mengalami penurunan,” katanya.

Sumber RRI

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.