Beranda Sesmendukbangga: Balai Diklat KKB Harus Siap Hadapi Krisis Kependudukan

Sesmendukbangga: Balai Diklat KKB Harus Siap Hadapi Krisis Kependudukan

Oleh, Redaksi
9 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Sesmendukbangga) Budi Setyono memberikan arahan/Humas

SuaraGarut.id - Sekretaris Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Sesmendukbangga) Budi Setyono menegaskan pentingnya peran Balai Pendidikan dan Pelatihan Kependudukan dan Keluarga Berencana (Diklat KKB) dalam menghadirkan solusi konkret terhadap berbagai permasalahan kependudukan di Indonesia.

Dalam arahannya kepada para pengelola Balai Diklat KKB se-Indonesia di Garut, Budi menekankan bahwa institusi ini harus bertransformasi seiring perubahan kelembagaan dari badan menjadi kementerian.

“Pola pikir kita harus berubah. Kita tidak bisa lagi melihat persoalan seperti dulu. Lembaga ini sudah berkembang menjadi kementerian, dan itu membawa tanggung jawab lebih besar, terutama dalam menyikapi isu-isu kependudukan yang semakin kompleks,” ujar Budi dalam kegiatan yang digelar di Balai Diklat KKB Garut, Jumat (16/5/2025).

Ia mengangkat sejumlah fenomena yang mencerminkan dampak dari pertumbuhan penduduk yang tidak terkendali, seperti banjir di wilayah yang sebelumnya tidak terdampak, penumpukan sampah di kota-kota besar, meningkatnya kemacetan lalu lintas, hingga perubahan iklim mikro di berbagai daerah

“Contoh paling dekat, Garut yang dulu sejuk kini mulai terasa panas. Sampah di Bandung yang dulunya terkendali, kini menjadi persoalan besar. Perjalanan yang dulu hanya 30 menit sekarang bisa sampai tiga jam. Ini semua indikator tekanan populasi yang tidak dikelola dengan baik,” lanjutnya.

Budi menjelaskan bahwa banyak masalah tersebut sebenarnya bisa diurai dari perspektif kependudukan. Persoalan utama bukan hanya jumlah penduduk yang meningkat, tapi ketidakmampuan pemerintah dalam mengantisipasi pertumbuhan penduduk melebihi kapasitas wilayah maupun sumber daya alam.

“Kita tidak pernah secara kalkulatif menghitung daya dukung wilayah, jumlah penduduk ideal di satu daerah, dan kapasitas layanan publik yang harus disiapkan. Akibatnya, muncul krisis yang tidak terprediksi seperti banjir bandang karena alih fungsi lahan yang tidak terkontrol,” ungkapnya.

Ia menyayangkan belum adanya perhitungan rasional terhadap pertambahan penduduk dan kebutuhan dasar yang menyertainya, seperti pelayanan kesehatan. Ia mencontohkan, idealnya satu puskesmas melayani maksimal 10 ribu orang. Jika jumlah penduduk meningkat 20 ribu, maka seharusnya ada tambahan dua puskesmas agar layanan tidak terganggu.

“Kalau tidak disiapkan, antrean pasien menjadi panjang, penyakit jadi tidak tertangani dengan baik, bahkan bisa menimbulkan komplikasi,” jelasnya.

Menyikapi hal itu, Budi menegaskan bahwa Balai Diklat KKB harus meningkatkan kapasitas pelatihan bagi tenaga lapangan dan seluruh jajaran pegawai. Mereka harus menjadi pendamping, konsultan, instruktur, atau panutan yang bisa memberikan solusi kepada masyarakat maupun pemerintah daerah.

“Pelatihan kita tidak boleh lagi terbatas hanya kepada petugas. Kita harus menjangkau kepala desa, mahasiswa, dosen, bahkan wartawan. Semuanya harus melek perencanaan pembangunan berbasis kependudukan,” pungkasnya.***

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.