Regulasi Baru Kemendukbangga: Membangun Fondasi Kependudukan untuk Mewujudkan Indonesia Emas 2045
SuaraGarut.id - Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) tengah menyusun paket regulasi baru sebagai fondasi utama pembangunan kependudukan nasional. Regulasi ini tidak hanya bersifat administratif, tetapi diharapkan menjadi panduan komprehensif yang mampu mengatur peran seluruh pemangku kepentingan, dari tingkat pusat hingga daerah.
“Kami sedang mengevaluasi Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) sebelumnya. Tujuannya adalah menyiapkan kerangka kerja yang adaptif dan akurat dalam menilai capaian pembangunan kependudukan menuju Indonesia sebagai negara maju,” ujar Sekretaris Kemendukbangga, Budi Setyono, dalam pertemuan dengan wartawan di Garut, Jumat malam (16/5/2025).
GDPK yang tengah dirumuskan akan dilengkapi dengan peta jalan, rencana aksi nasional dan daerah, serta dokumen turunan lainnya. Ini bertujuan memastikan pelaksanaan kebijakan kependudukan dapat dieksekusi secara konkret, bukan hanya menjadi dokumen formal semata.
Budi menegaskan, arah kebijakan ini tidak terlepas dari target besar Indonesia Emas 2045 dan momentum bonus demografi. Namun, menurutnya, jumlah usia produktif yang besar tidak serta-merta menjadi jaminan kemajuan jika tidak dikelola dengan baik.
“Secara angka, dependency ratio kita sekitar 46-47 persen, artinya beban usia produktif terhadap usia nonproduktif cukup ringan. Tapi faktanya, banyak dari usia produktif yang justru menganggur atau bekerja di sektor informal,” jelasnya.
Ia menggambarkan, jika dalam satu keluarga dua orang dewasa hanya menanggung satu anak, maka secara ekonomi mereka punya ruang untuk menabung dan meningkatkan taraf hidup. Namun dalam skala nasional, kelebihan usia produktif belum bisa dimanfaatkan maksimal karena tidak terintegrasi dalam sistem kerja formal.
“Data BPS menyebutkan, sekitar 59 persen penduduk usia kerja berada di sektor informal. Ini tantangan besar. Kita butuh strategi yang terstruktur agar bonus demografi benar-benar jadi berkah, bukan beban,” lanjutnya.
Maka dari itu, GDPK yang baru akan dilengkapi dengan indikator evaluasi kinerja pemerintah daerah dalam pembangunan yang berwawasan kependudukan. Hal ini diharapkan dapat mendorong sinergi antara pusat dan daerah dalam merespons tantangan demografi.
Fokus pada Kesehatan dan Kompetensi
Budi menambahkan, untuk menjadi negara maju, Indonesia harus memenuhi dua syarat utama: masyarakat yang sehat secara jasmani dan rohani serta kompetensi yang sesuai dengan kebutuhan pasar.
Salah satu strategi yang diusung adalah pemberantasan stunting melalui program Genting (Gerakan Orang Tua Asuh Peduli Stunting). Menurutnya, bayi yang lahir dalam kondisi stunting berisiko tersisih dari dunia kerja karena tidak memenuhi kriteria kesehatan dan kecakapan fisik.
“Jika bayi lahir stunting, maka kehidupannya akan terus terdampak. Dia akan kalah bersaing di pasar kerja, karena banyak industri yang membutuhkan tenaga kerja sehat dan terampil. Maka, Genting hadir untuk mencegah lahirnya generasi stunting,” tegas Budi.
Di sisi lain, kompetensi tenaga kerja juga menjadi fokus utama. Data kependudukan harus mampu menjembatani antara kebutuhan industri dan output lembaga pendidikan.
“Kita perlu data yang menunjukkan misalnya kebutuhan industri terhadap lulusan teknik mesin atau teknik kimia. Kalau industri butuh 1.000 dokter, jangan sampai kita menghasilkan jauh lebih banyak. Harus ada keseimbangan antara supply dan demand,” jelasnya.
Dengan regulasi yang tepat, kata Budi, pendidikan dan pelatihan bisa diarahkan sesuai dengan kebutuhan nyata di lapangan. Ini akan menciptakan keterhubungan langsung antara lulusan dan dunia kerja, sehingga meminimalisir pengangguran dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Semua ini kita rancang agar Indonesia benar-benar siap menjadi negara maju, bukan hanya secara statistik, tapi juga dalam kualitas hidup dan daya saing manusianya,” tutupnya.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.