Wihaji: Program KB Berbasis Kontrasepsi Telah Tuntas, Kini Fokus ke Desain Besar Kependudukan dan Keluarga
SuaraGarut.id - Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN Wihaji menyatakan bahwa fase program keluarga berencana (KB) berbasis kontrasepsi telah mencapai tujuannya. Dengan angka fertilitas total (TFR) nasional yang sudah berada di angka 2,1, Indonesia telah memasuki kondisi pertumbuhan penduduk seimbang. Oleh karena itu, fokus program kini beralih dari sekadar pengendalian angka kelahiran menuju kerangka pembangunan kependudukan dan keluarga secara menyeluruh.
“Kependudukan intinya adalah memastikan penduduk kita terkendali. Cara mengendalikannya adalah pendekatan kontrasepsi. Supaya apa? Supaya tumbuh seimbang. Supaya tumbuh seimbang harus dikendalikan. Cara mengendalikannya pakai metode kontrasepsi untuk memastikan jumlah penduduk sekian, dengan TFR-nya 2,0 sampai 2,1. Nah, dalam dalam konteks pendekatan kontrasepsi menurut saya sudah selesai. Menurut saya TFR kita sudah oke,” jelas Wihaji saat menyampaikan kuliah umum dalam Musyawarah Kerja Nasional IPeKB di Bandung, Selasa (29/7/2025).
Meski pengendalian tetap penting, pendekatan kini berfokus pada daerah-daerah prioritas dengan angka kelahiran tinggi, kepadatan penduduk, dan pertumbuhan cepat. Wihaji menyebut beberapa wilayah seperti Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Cianjur sebagai contoh utama untuk pendekatan edukatif dalam program KB.
“Dalam tanda petik, ya. Ini yang kita prioritaskan bagaimana masyarakat kita yang belum beruntung kita prioritaskan untuk mengedukasi pentingnya keluarga berencana. Maka isu kependudukan kita geser menjadi bagaimana kita memastikan namanya grand design pembangunan kependudukan,” ungkap mantan Bupati Batang itu.
Lebih lanjut, Wihaji menjelaskan pentingnya perencanaan matang terhadap komposisi penduduk dan kebutuhan layanan publik seperti sekolah, rumah sakit, hingga jenis pekerjaan yang dibutuhkan di suatu wilayah. “Apa sih intinya? Intinya grand design ini kira-kira adalah memastikan kita mau ngapain dengan jumlah penduduk sekian… Itulah yang saya sebut dengan jalan atau peta jalan pembangunan kependudukan. Ini urus kependudukan adalah mengurus frame,” tambahnya.
Setelah frame terbentuk, lanjut Wihaji, tahapan berikutnya adalah pelaksanaan program pembangunan keluarga. Ia membandingkan grand design sebagai frame, dan pembangunan keluarga sebagai work, dua elemen yang saling melengkapi.
“Kalau frame saja tidak jalan, work tanpa frame juga enggak bisa. Frame tanpa work juga seperti enggak ada,” tegasnya.
Menurutnya, fondasi pembangunan keluarga dimulai sejak tahap pranikah, melalui pembinaan calon pengantin agar siap membentuk keluarga berkualitas dan mencegah berbagai persoalan seperti stunting.
“Maka fondasi keluarga dimulai dari calon pengantin (catin)… Dari situlah kita akan bekerja memastikan supaya catinnya itu sesuai dengan apa yang menjadi rekomendasi kementerian kita… Ingat, setelah catin nanti akan jadi pasangan usia subur (PUS). Maka dia akan hamil,” jelasnya.
Sebagai bentuk respons terhadap tantangan siklus kehidupan keluarga, Kemendukbangga merumuskan lima quick wins yang diarahkan untuk menyasar 72 juta keluarga Indonesia berdasarkan hasil Pendataan Keluarga 2024.
“Inilah Bapak/Ibu yang akan kita urus sebagai BKKBN, sebagai kementerian… urusan-urusan yang tidak bisa diurus oleh satu sektoral itulah kementerian kita yang ngurus siklus kehidupan dan kita satukan dari sektor-sektor itu,” paparnya.
Quick wins tersebut, terang Wihaji, berfokus pada dua pendekatan: pencegahan dan perubahan perilaku. Ia mengibaratkannya seperti merancang sepeda motor lengkap dengan komponen dan dokumen legalnya, namun perilaku pengendara tetap menjadi faktor penting dalam mencegah kecelakaan.
“Dipastikan semua aman. Itu tugas kita… memastikan bahwa ibu hamilnya sehat sehat… sehingga nanti ketika lahir aman, tidak stunting. Itu yang kita akan kerjakan,” kata Wihaji.
Ia pun menggarisbawahi pentingnya perubahan perilaku melalui pendekatan edukatif yang dimulai dari pengetahuan hingga menjadi sikap dan perilaku berulang.
“Dalam teori perilaku… Perilaku itu dimulai dari tahu. Setelah tahu baru muncul sikap. Setelah sikap baru muncul perilaku… Pertanyaannya, adalah apakah yang kita kerjakan selama ini bagian dari merubah perilaku? Jawabannya gimana? Iya. Kita sendiri harus yakin, iya. Iya, memang iya,” tutupnya.***
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.