Aksi Nyata Jawa Barat Dalam Percepatan Penurunan Stunting Garut Catat Prevalensi Menjadi 14,2 Persen
SuaraGarut.id — Pemerintah Provinsi Jawa Barat melalui Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) terus menunjukkan komitmen kuat dalam mendukung target nasional penurunan angka stunting di bawah 14% pada tahun 2029.
Salah satu langkah strategis yang diambil adalah pelaksanaan Aksi Konvergensi Pencegahan dan Percepatan Penurunan Stunting yang dilakukan secara menyeluruh dan terintegrasi di seluruh kabupaten/kota.
Kepala Bidang Pemerintahan dan Pembangunan Manusia Bappeda Provinsi Jawa Barat, Aneu Karoluna, menegaskan pentingnya pendekatan lintas sektor dan berbasis data dalam menurunkan angka stunting secara signifikan.
Dalam kegiatan yang dihadiri juga oleh narasumber dari Kemendagri, Imam Mutakin, ST (TA Iney Regional 2), disampaikan bahwa strategi konvergensi menjadi pondasi utama dalam menciptakan dampak nyata.
Data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) Tahun 2024 menunjukkan keberhasilan signifikan di berbagai wilayah Jawa Barat. Kabupaten Garut menjadi salah satu daerah dengan capaian terbaik, berhasil menurunkan angka stunting dari 24,1% pada 2023 menjadi 14,2% pada 2024.
Penurunan ini merupakan salah satu yang paling mencolok secara nasional dan menunjukkan efektivitas pendekatan intervensi yang terkoordinasi dan berkelanjutan.
Sejak tahun 2021, Garut mengalami tren penurunan yang konsisten, dimulai dari 35,2% pada 2021, menjadi 23,6% pada 2022, 24,1% pada 2023, dan terus turun drastis menjadi 14,2% pada 2024.
Bappeda menyampaikan bahwa keberhasilan ini merupakan hasil kerja sama antara berbagai sektor, termasuk dinas kesehatan, pendidikan, perangkat desa, serta keterlibatan aktif masyarakat.
“Konvergensi bukan hanya soal kebijakan, tapi bagaimana program-program di lapangan benar-benar menyentuh sasaran yang tepat,” ujar Aneu.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBPPPA) Kabupaten Garut, Yayan Waryana, turut menyampaikan bahwa penurunan angka stunting ini tidak lepas dari penguatan program berbasis keluarga yang terus mereka lakukan.
“Melalui Tim Pendamping Keluarga (TPK), kami menjangkau langsung rumah tangga yang berisiko, khususnya ibu hamil, ibu menyusui, dan balita. Edukasi, pemantauan gizi, serta konseling kami lakukan secara rutin dan menyeluruh,” ungkapnya.
Menurut Yayan, keberhasilan Garut juga ditopang oleh konsistensi seluruh elemen desa dalam menjalankan program Bangga Kencana serta integrasi layanan di posyandu dan PKK.
Beberapa program yang mendukung untuk merealisasikan penurunan stunting diantaranya ada program 1. TOSS, 2. STOP KABUR, 3. MELANI, 4. MABAGERT, 5. HARUM MADU, 6. RISA, 7. TERAS PANGAN dan GEMARI.
“Stunting adalah persoalan lintas sektor, sehingga pendekatannya harus melibatkan semua pihak — mulai dari orang tua, kader, bidan, sampai kepala desa. Lalu kami membuat TOSS atau Temukan, Obati, Sayangi Balita Stunting dan STOP KABUR atau Strategi Optimalisasi Pencegahan Kawin di Bawah Umur,” tambahnya.
Pelaksanaan aksi konvergensi dilakukan melalui delapan langkah utama, mulai dari analisis situasi, perencanaan kegiatan, rembuk stunting, hingga penguatan sistem pelaporan dan pembinaan kader di tingkat desa. Upaya ini mendorong efektivitas intervensi spesifik (gizi langsung) dan sensitif (non-gizi seperti sanitasi dan pendidikan) secara bersamaan.
Meski beberapa kabupaten/kota menunjukkan tren positif, masih terdapat daerah dengan prevalensi stunting di atas 20% yang memerlukan perhatian khusus.
Untuk itu, Pemerintah Provinsi Jawa Barat menegaskan akan terus memperkuat integrasi program lintas sektor, meningkatkan kualitas pendampingan di desa, serta memastikan intervensi menjangkau kelompok sasaran prioritas secara merata.
“Upaya ini bukan hanya tentang angka, tapi tentang masa depan anak-anak Jawa Barat. Karena di balik setiap persen yang turun, ada ribuan anak yang diselamatkan dari masa depan yang terhambat,” pungkas Aneu Karoluna.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.