Bantuan Pendidikan Diduga Dipotong 50 Persen, Kepala Sekolah di Garut Desak Evaluasi PIP Aspirasi
SuaraGarut.id – Sejumlah kepala sekolah di Kabupaten Garut menyuarakan keresahan terkait pelaksanaan Program Indonesia Pintar (PIP) Aspirasi. Mereka mengungkapkan adanya dugaan pemotongan bantuan hingga 50 persen oleh pihak pengusung program, yang berdampak buruk terhadap kredibilitas sekolah.
Menurut para kepala sekolah, mereka kerap menjadi pihak yang disudutkan dalam polemik pemotongan dana tersebut. Tidak sedikit yang mengaku harus berhadapan dengan orang-orang yang mengaku wartawan, bahkan dipanggil oleh pihak kepolisian untuk memberikan keterangan.
"Terus terang kami jadi serba salah karena di satu sisi, adanya PIP Aspirasi ini sangat membantu orang tua siswa yang tidak ter-cover oleh PIP Reguler. Namun di sisi lain, dengan adanya pemotongan yang dilakukan pihak pengusung, kami sering jadi korban sehingga banyak kepala sekolah yang resah," ujar salah satu kepala sekolah yang meminta identitasnya tidak disebutkan, Selasa, 27 Mei 2025.
Ia menjelaskan bahwa sekolah tidak terlibat langsung dalam proses pendataan hingga pencairan bantuan. Keterlibatan sekolah hanya sebatas melakukan aktivasi akun PIP, yaitu verifikasi rekening siswa agar dana bisa dicairkan. Namun ketika dana sudah cair, sebagian besar dipotong oleh pihak pengusung tanpa sepengetahuan sekolah.
"Jika tidak diaktivasi, bantuan tidak bisa dicairkan. Tapi setelah cair, malah dipotong sampai 50 persen, dan orang tua siswa mengeluh ke pihak sekolah. Ini yang jadi dilema," lanjutnya.
Keluhan semakin bertambah ketika sejumlah pihak kembali mendatangi sekolah-sekolah untuk melakukan pendataan PIP Aspirasi 2025, meskipun sistem distribusi bantuan masih belum jelas dan banyak dikeluhkan. Bahkan, menurut informasi, pemotongan itu membuat bantuan untuk siswa SMA-SMK yang seharusnya menerima Rp1,8 juta, hanya menerima separuhnya.
Dugaan ini menjadi semakin memprihatinkan karena jumlah siswa penerima PIP Aspirasi di Garut mencapai ribuan, mulai dari tingkat SD hingga SMA.
Menanggapi hal ini, Kepala Kantor Cabang Dinas (KCD) Pendidikan Wilayah XI Jawa Barat, Aang Karyana, menegaskan bahwa sekolah tidak punya akses untuk memotong bantuan tersebut. Peran sekolah dalam program ini hanya terbatas pada dua hal: mengeluarkan surat keterangan bahwa siswa aktif, dan melakukan aktivasi rekening.
“Setelah itu, siswa punya rekening sendiri sehingga pihak sekolah tidak bisa mencairkan bantuan karena yang bisa mencairkannya hanya siswa bersangkutan,” jelas Aang.
Ia juga menegaskan bahwa pihak sekolah tidak memiliki kewenangan untuk menindak dugaan pemotongan bantuan tersebut. “Orang tua siswa yang paling tahu siapa yang melakukan pemotongan, jika memang itu terjadi,” pungkasnya.
Sejumlah pihak kini mulai mendesak agar skema penyaluran PIP Aspirasi ditinjau ulang untuk mencegah penyalahgunaan serta menjaga integritas bantuan pendidikan bagi siswa tidak mampu.
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.