IPM Garut Tahun 2024 Kedua Terendah di Jabar, BPS Soroti Ketimpangan Layanan Dasar
SuaraGarut.id – Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Garut pada tahun 2024 tercatat hanya mencapai 69,21. Capaian ini menempatkan Garut sebagai kabupaten dengan IPM terendah kedua di Provinsi Jawa Barat, hanya sedikit lebih tinggi dari Kabupaten Cianjur yang memiliki IPM sebesar 68,89.
Data ini dirilis oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Jawa Barat dalam laporan Garut Regency in Figures 2025. IPM sendiri merupakan indikator komprehensif untuk menilai keberhasilan pembangunan manusia, terutama dari tiga aspek utama: pendidikan, kesehatan, dan standar hidup layak.
Kepala BPS Kabupaten Garut, Nevi Hendri, menyatakan bahwa angka tersebut menunjukkan tantangan besar yang masih dihadapi oleh pemerintah daerah dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
"Angka 69,21 itu bukan sekadar statistik. Di baliknya ada realitas rendahnya harapan lama sekolah, pendapatan per kapita yang belum ideal, serta layanan kesehatan yang belum merata di berbagai pelosok Garut," kata Nevi Hendri dilansir dari Bisnis.com.
Rata-rata IPM Provinsi Jawa Barat pada tahun 2024 mencapai 74,92. Dengan demikian, Garut tertinggal hampir 6 poin dari rata-rata provinsi. Bahkan jika dibandingkan dengan daerah tertinggi seperti Kota Bekasi (83,55) dan Kota Depok (83,05), kesenjangan terlihat semakin mencolok.
Nevi menambahkan bahwa meskipun terdapat peningkatan IPM dari tahun ke tahun, laju pertumbuhannya di Garut tergolong lambat.
"Ini menandakan pembangunan belum inklusif. Akses terhadap pendidikan dan fasilitas kesehatan masih belum merata, terutama di wilayah selatan Garut dan daerah pegunungan," tambahnya.
Dibandingkan dengan kabupaten lain di wilayah Priangan Timur seperti Tasikmalaya (69,98), Ciamis (73,64), dan Pangandaran (71,03), IPM Garut masih tertinggal. Salah satu faktor utama yang memengaruhi rendahnya IPM adalah aspek pendidikan, terutama rata-rata lama sekolah dan harapan lama sekolah.
"Banyak anak-anak di pelosok Garut yang hanya lulus SD atau SMP. Faktor ekonomi, jarak ke sekolah, dan minimnya infrastruktur pendidikan menjadi hambatan utama," jelas Nevi.
Ia menekankan perlunya inovasi dari pemerintah daerah dalam memperluas akses pendidikan menengah dan atas. Selain itu, program kejar paket bagi warga dewasa yang belum menyelesaikan pendidikan formal juga penting untuk diperluas.
Pada aspek kesehatan, angka harapan hidup di Garut masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya fasilitas kesehatan dan tidak meratanya distribusi tenaga medis.
"Puskesmas di daerah terpencil banyak yang kekurangan dokter tetap. Belum lagi kendala transportasi membuat warga enggan memeriksakan kesehatan ke fasilitas yang jauh," tutur Nevi.
Sementara itu, dari sisi ekonomi, pendapatan per kapita warga Garut juga masih tergolong rendah. Banyak warga bekerja di sektor informal dan pertanian subsisten yang tidak menjamin pendapatan stabil.
"Kita melihat ketimpangan antara daerah pusat kota dan kecamatan di pinggiran sangat tinggi. Akses terhadap peluang ekonomi belum terbuka luas," katanya.
Melihat kondisi tersebut, Nevi Hendri berharap pemerintah daerah menjadikan data IPM sebagai acuan utama dalam menyusun kebijakan pembangunan. Ia juga menekankan pentingnya kebijakan berbasis data dan pemetaan masalah secara mikro.
"Garut tidak kekurangan potensi, tapi perlu percepatan eksekusi. Tanpa intervensi yang tepat, jurang ketimpangan akan semakin lebar," ujar Nevi.
Sumber Bisnis.com
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.