Pemerintah Nonaktifkan 8 Juta Penerima PBI Demi Akurasi Bantuan Sosial
SuaraGarut.id - Menteri Sosial Saifullah Yusuf mengumumkan bahwa sebanyak delapan juta orang telah dinonaktifkan dari daftar penerima bantuan iuran (PBI) BPJS Kesehatan. Kebijakan ini diambil untuk memastikan program bantuan sosial tepat sasaran, sesuai dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN).
"Dalam rangka (penyaluran) bansos tepat sasaran, delapan juta lebih dinonaktifkan dari penerima bantuan iuran ini," kata Saifullah Yusuf saat rapat dengar pendapat dengan Komisi IX DPR RI, Selasa (15/7/2025), seperti dilaporkan Antara.
Mereka yang dikeluarkan dari daftar penerima dianggap telah mampu secara ekonomi dan tidak lagi memenuhi kriteria sebagai penerima bantuan. "Kuotanya (PBI) tetap, tapi dialihkan kepada penerima manfaat yang lain yang kita anggap lebih berhak daripada delapan juta sebelumnya," jelas Saifullah.
Ia menegaskan bahwa langkah pencoretan ini merupakan bagian dari implementasi penggunaan DTSEN yang kini menjadi dasar tunggal penyaluran bantuan sosial dari pemerintah. PBI atau Penerima Bantuan Iuran adalah program BPJS Kesehatan yang diperuntukkan bagi masyarakat tidak mampu, dengan iuran yang sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
Sementara itu, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan bahwa saat ini pemerintah masih menanggung iuran BPJS Kesehatan untuk 96,8 juta orang yang masuk dalam kategori masyarakat miskin.
"Sebanyak 96,8 juta orang di-cover iuran BPJS Kesehatannya oleh pemerintah, masuk kategori PBI. Ini adalah orang-orang termiskin desil 1-4 (kelompok masyarakat dengan tingkat kesejahteraan terendah secara nasional)," kata Budi dalam rapat bersama Komisi IX DPR RI, Selasa (15/7/2025), dikutip dari Antara.
Menurut Budi, peserta PBI menyumbang sekitar 29 persen dari total penerimaan iuran JKN pada tahun 2024. Mereka juga tercatat sebagai kelompok dengan angka kunjungan tertinggi kedua ke fasilitas kesehatan hingga Mei 2025.
"Dalam setahun, ada 14,02 juta kunjungan dari penerima PBI yang besarnya sekitar 96 juta. 14,02 juta ini mengunjungi Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjutan (FKRTL), 12,18 juta rawat jalan, dan 1,84 juta rawat inap," jelasnya.
Budi menegaskan bahwa validasi data PBI JKN kini sepenuhnya mengacu pada DTSEN yang dikelola oleh Badan Pusat Statistik (BPS).
"Sekarang kita sedang proses finalisasi, namun kita sudah setuju data itu ada di BPS, DTSEN. Kita boleh melakukan pemutakhiran data, tetapi begitu data sudah dimutakhirkan, harus kembali ke BPS. Hanya data BPS satu-satunya yang valid untuk PBI," ungkapnya.
Ia juga mengakui bahwa selama ini data PBI sering kali tidak sinkron antarinstansi, yang menyebabkan kesulitan dalam memastikan keakuratan dan keadilan dalam distribusi bantuan.
Sumber Kompas
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.