Beranda Rocky Gerung Soroti Kemandekan Demokrasi dan Bangkitnya Kultur Feodalisme Pasca Setahun Pemerintahan Prabowo

Rocky Gerung Soroti Kemandekan Demokrasi dan Bangkitnya Kultur Feodalisme Pasca Setahun Pemerintahan Prabowo

Oleh, Redaksi
6 jam dari sekarang - waktu baca 2 menit
Pengamat filsafat dan kebijakan publik, Rocky Gerung/pks.id

SuaraGarut.id - Pengamat filsafat dan kebijakan publik, Rocky Gerung, melontarkan kritik tajam terhadap kondisi politik dan demokrasi Indonesia satu tahun setelah pelantikan Presiden Prabowo Subianto. Ia menilai bahwa evaluasi publik seharusnya tidak hanya berfokus pada capaian kuantitatif, melainkan pada pengujian ulang fondasi demokrasi serta daya kritis masyarakat sipil.

Dalam pernyataannya melalui kanal Rocky Gerung Official, Rocky menyebut bahwa ancaman terbesar terhadap demokrasi saat ini bukan sekadar datang dari pemerintah, melainkan dari pendangkalan wacana publik dan kebangkitan kembali kultur feodalisme di kalangan elite serta sebagian masyarakat sipil.

Bahaya Kultur Feodalisme dan Sanjungan Publik

Rocky menegaskan bahwa evaluasi sejati bukanlah menilai kinerja satu tahun pemerintahan, melainkan mempertanyakan keyakinan masyarakat terhadap keberlanjutan demokrasi itu sendiri.

“Bukan kita mengevaluasi prestasi 1 tahun Prabowo, tapi kita mengevaluasi persepsi kita atau keyakinan kita bahwa demokrasi bisa dilanjutkan apa tidak,” ujarnya melalui kanal YouTube pribadinya, dikutip Kamis, 23 Oktober 2025.

Menurut Rocky, gejala yang mengkhawatirkan justru muncul dari masyarakat sipil yang ikut menggerogoti nilai-nilai demokrasi melalui perilaku feodal dan budaya puji-memuji terhadap kekuasaan.

“Kelihatannya kita mesti lihat justru bagian dari masyarakat sipil yang menggerogoti demokrasi. Bukan pemerintah yang menggerogoti demokrasi tapi masyarakat sipil. Itu berarti ada semacam kultur yang akhirnya kembali itu feodalisme,” tegasnya.

Ia juga menyoroti peran lembaga survei dan buzzer yang digunakan untuk membentuk citra serta menaikkan popularitas tokoh-tokoh tertentu. Menurutnya, fenomena ini menandakan publik semakin tidak kritis terhadap permainan wacana yang dilakukan elit politik.

Menguji Kematangan Ideologi dan Kepemimpinan

Rocky menolak menilai kinerja para menteri hanya berdasarkan survei atau sensasi sesaat. Ia mempertanyakan lonjakan popularitas beberapa pejabat yang disebut berkinerja baik tanpa landasan ideologi yang kuat, menyebutnya sebagai bentuk “panjat sosial” politik.

“Intinya adalah kita tidak belajar betapa di era Presiden Jokowi seluruh sensasi itu akhirnya dibatalkan oleh sikap presiden yang merusak demokrasi,” katanya.
“Semua yang kita sebut kerakyatan pada era Presiden Jokowi akhirnya berakhir dengan kedinastian.”

Kritik terhadap Arah Kebijakan Pemerintah

Dalam aspek kebijakan, Rocky meminta agar program kerja Presiden Prabowo dijelaskan dengan pijakan ideologis yang jelas. Ia menilai kebijakan seperti Makan Siang Gratis dan Danatara (Lembaga Pengelola Investasi) seharusnya diarahkan untuk memenuhi cita-cita sila kelima Pancasila, yakni Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia.

“Arah ideologi kita itu yang tidak terlihat. Dan kelihatannya Presiden juga luput untuk menerangkan bahwa dia dipilih untuk satu arah ideologi,” ungkapnya.

Rocky menutup dengan refleksi bahwa evaluasi satu tahun pemerintahan Prabowo harus menjadi momentum menilai ulang mentalitas bangsa serta arah berpikir para elit yang semakin kehilangan kesadaran historis dan ideologis.

 

Ia menegaskan bahwa “pesimis yang rasional” lebih dibutuhkan dibanding “optimis yang irasional” dalam menghadapi masa depan demokrasi dan pembangunan bangsa.

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.