Beranda Garut Bergerak: Sunat Perempuan Bukan Tradisi, Tapi Kekerasan yang Harus Dihentikan

Garut Bergerak: Sunat Perempuan Bukan Tradisi, Tapi Kekerasan yang Harus Dihentikan

Oleh, Redaksi
10 jam yang lalu - waktu baca 2 menit
Sosialisasi dan Penggalangan Komitmen Pencegahan Sunat Perempuan di Aula Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, (Diskominfo Kab. Garut)

SuaraGarut.id  – Upaya penghapusan praktik sunat perempuan terus digaungkan. Salah satunya melalui kegiatan Sosialisasi dan Penggalangan Komitmen Pencegahan Sunat Perempuan yang digelar oleh Pimpinan Daerah (PD) 'Aisyiyah Kabupaten Garut bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI dan Dinas Kesehatan Kabupaten Garut, Senin (16/6/2025), di Aula Kantor Dinas Kesehatan, Kecamatan Tarogong Kidul.

Kegiatan ini menjadi bagian dari rangkaian program nasional pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak di sektor kesehatan. Garut sendiri merupakan salah satu dari 11 kabupaten/kota yang ditetapkan sebagai proyek percontohan (pilot project) sejak tahun 2023 hingga 2025.

Perwakilan Kemenkes RI, dr. Astuti, menyampaikan bahwa sunat perempuan merupakan praktik yang secara medis tidak memiliki manfaat, bahkan dapat menimbulkan risiko kesehatan dan trauma psikologis. Berdasarkan Survei Kesehatan Reproduksi Nasional (SPHRN), sekitar 41,6% perempuan Indonesia pernah mengalami sunat perempuan, dan Jawa Barat tercatat sebagai salah satu dari 10 provinsi dengan angka kasus tertinggi menurut Riskesdas.

"Pemerintah berkomitmen menghapus praktik ini. Salah satu langkahnya adalah melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2 Tahun 2025, yang menegaskan larangan pelayanan sunat perempuan dalam layanan kesehatan," ujar dr. Astuti.

Ia menambahkan bahwa edukasi kepada masyarakat dan tenaga kesehatan menjadi kunci dalam pencegahan praktik ini. "Kami menggandeng PD 'Aisyiyah, organisasi profesi seperti Ikatan Bidan Indonesia, serta tokoh masyarakat dan agama untuk menguatkan pemahaman tentang bahaya praktik ini."

Sementara itu, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Garut, dr. Tri Cahyo Nugroho, mengungkapkan bahwa secara praktik langsung, sejumlah bidan di Garut telah menolak permintaan sunat perempuan dan memilih memberikan edukasi kepada keluarga.

"Selama tahun 2024, ada tiga permintaan yang akhirnya tidak dilakukan karena edukasi dari tenaga kesehatan," ujarnya.

Meski demikian, Tri menegaskan bahwa data praktik ini masih tergolong under-reported atau belum sepenuhnya tercatat. Karena itu, ia mendukung penguatan pendataan dan sosialisasi lewat Posyandu dan PAUD agar anak-anak perempuan benar-benar terlindungi.

Ketua PD 'Aisyiyah Kabupaten Garut, Eti Nurul Hayati, menegaskan lima poin penting dari kegiatan ini: mendorong pencegahan, mempercepat perubahan sosial, memperkuat kerja sama lintas sektor, meningkatkan edukasi publik, dan menjadikan para peserta sebagai agen perubahan di masyarakat.

"Kegiatan ini digelar dua hari. Hari pertama diikuti 40 peserta di Aula Dinkes, dan hari kedua besok akan berlangsung di Hotel Santika dengan 50 peserta dari berbagai dinas dan organisasi perempuan," jelas Eti.

Ia berharap kegiatan ini terus mendapatkan dukungan lintas sektor agar praktik sunat perempuan bisa benar-benar dihentikan, dan hak-hak anak perempuan di Kabupaten Garut dapat terlindungi sepenuhnya.***

Rekomendasi

0 Komentar

Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.