Kredit Bodong Rp692 Miliar: Kejagung Periksa Bank BJB, DKI dan Manajemen Sritex
SuaraGarut.id - Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) atau Bank BJB serta PT Bank DKI kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk., tidak sesuai dengan aturan.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa terungkapnya perbuatan ini ketika penyidik meneliti laporan keuangan PT Sritex Tb
Padahal, pada tahun 2020, PT Sritex masih mencatatkan keuntungan sebesar 85,32 juta dolar AS atau setara dengan Rp1,24 triliun.
“Ini ada keganjilan. Dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan. Kemudian, tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan,” kata Qoha
Penyidik kemudian menemukan fakta bahwa PT Sritex dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit dengan nilai total outstanding (tagihan yang belum dilunasi) hingga bulan Oktober tahun 2024 adalah sebesar Rp3.588.650.808.028,57 kepada Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, dan Sindikasi (Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI
Adapun dari PT Bank BJB dan PT Bank DKI sendiri, PT Sritex menerima kredit dengan total Rp692.987.592.188,0
Qohar menyebut bahwa dalam pemberian kredit tersebut, tersangka ZM (Zainuddin Mappa) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020 dan DS (Dicky Syahbandinata) selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial PT BJB Tahun 2020 telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang mema
“Salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga pemeringkat Fitch dan Moodys disampaikan bahwa PT Sritex Tbk hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi,” katany
Seharusnya, ujar Qohar, kredit diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat
Maka dari itu, pemberian kredit tersebut pun bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur (SOP) bank serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus terkait penerapan prinsip kehati-hatia
Lebih lanjut, Qohar mengungkapkan bahwa dana kredit dari kedua bank tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya oleh tersangka ISL (Iwan Setiawan Lukminto) selaku Direktur Utama PT Sritex Tbk Tahun 2005–2
Pemberian kredit tersebut, kata dia, sejatinya ditujukan untuk modal kerja. Akan tetapi, oleh ISL disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonprodukti
Kredit yang diberikan oleh PT BJB Dan PT Bank DKI pun saat ini macet dengan status kolektibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil.
Kejaksaan Agung (Kejagung) mengatakan bahwa pemberian kredit oleh PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) atau Bank BJB serta PT Bank DKI kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex) Tbk., tidak sesuai dengan aturan.
Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Abdul Qohar, dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung, Jakarta, Rabu, menjelaskan bahwa terungkapnya perbuatan ini ketika penyidik meneliti laporan keuangan PT Sritex Tbk.
Pada tahun 2021, perusahaan tersebut melaporkan adanya kerugian senilai 1,08 miliar dolar AS atau setara dengan Rp15,66 triliun.
“Ini ada keganjilan. Dalam satu tahun mengalami keuntungan yang sangat signifikan. Kemudian, tahun berikutnya juga mengalami kerugian yang sangat signifikan,” kata Qohar.
Penyidik kemudian menemukan fakta bahwa PT Sritex dan entitas anak perusahaannya memiliki kredit dengan nilai total outstanding (tagihan yang belum dilunasi) hingga bulan Oktober tahun 2024 adalah sebesar Rp3.588.650.808.028,57 kepada Bank Jateng, Bank BJB, Bank DKI, dan Sindikasi (Bank BNI, Bank BRI, dan LPEI).
Adapun dari PT Bank BJB dan PT Bank DKI sendiri, PT Sritex menerima kredit dengan total Rp692.987.592.188,00.
Qohar menyebut bahwa dalam pemberian kredit tersebut, tersangka ZM (Zainuddin Mappa) selaku Direktur Utama PT Bank DKI Tahun 2020 dan DS (Dicky Syahbandinata) selaku Pimpinan Divisi Korporasi dan Komersial PT BJB Tahun 2020 telah memberikan kredit secara melawan hukum karena tidak melakukan analisa yang memadai.
“Salah satunya adalah tidak terpenuhinya syarat kredit modal kerja karena hasil penilaian dari lembaga pemeringkat Fitch dan Moodys disampaikan bahwa PT Sritex Tbk hanya memperoleh predikat BB- atau memiliki risiko gagal bayar yang lebih tinggi,” katanya.
Seharusnya, ujar Qohar, kredit diberikan kepada perusahaan atau debitor yang memiliki peringkat A.
Maka dari itu, pemberian kredit tersebut pun bertentangan dengan ketentuan standar operasional prosedur (SOP) bank serta Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan sekaligus terkait penerapan prinsip kehati-hatian.
Lebih lanjut, Qohar mengungkapkan bahwa dana kredit dari kedua bank tersebut tidak digunakan sebagaimana mestinya oleh tersangka ISL (Iwan Setiawan Lukminto) selaku Direktur Utama PT Sritex Tbk Tahun 2005–2022.
Pemberian kredit tersebut, kata dia, sejatinya ditujukan untuk modal kerja. Akan tetapi, oleh ISL disalahgunakan untuk membayar utang dan membeli aset nonproduktif.
Kredit yang diberikan oleh PT BJB Dan PT Bank DKI pun saat ini macet dengan status kolektibilitas 5 dan aset perusahaan tidak bisa dieksekusi untuk menutupi nilai kerugian negara karena nilainya lebih kecil.***
Sumber Antara
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.