Pelarian Tiga Hari di Hutan Riau: Enam Warga Garut Selamat dari Pekerjaan Penuh Tipu Daya
SuaraGarut.id - Enam warga Kabupaten Garut, Jawa Barat, harus menjalani pelarian ekstrem selama tiga hari tiga malam di hutan belantara Riau demi menyelamatkan diri dari pekerjaan yang dianggap menipu dan mengeksploitasi mereka. Berbekal mie instan dan tekad untuk pulang, mereka melewati kanal-kanal dalam serta hutan lebat tanpa perlengkapan memadai dan tanpa sepeser pun uang.
Setiawan (27), warga Kecamatan Cigedug, menceritakan awal mula dirinya berangkat ke Riau setelah diajak seorang teman untuk bekerja. Kala itu, ia sedang menganggur dan tergiur oleh tawaran pekerjaan serta gaji tinggi. Awalnya, mereka dijadwalkan berangkat pada 24 April 2025, namun keberangkatan diundur hingga 30 April. Bersama Setiawan, ada tujuh orang lainnya—lima dari Garut, satu dari Tasikmalaya, dan satu dari Cianjur.
Namun sesampainya di lokasi, kenyataan jauh dari ekspektasi. Alih-alih bekerja di pengolahan kayu putih seperti yang dijanjikan, mereka malah dipekerjakan di area pengolahan kayu akasia untuk bahan baku kertas dengan skala lahan yang sangat luas.
Mereka sempat mencoba bertahan, berharap bisa mengumpulkan uang untuk pulang. Namun setelah dua minggu bekerja, kenyataan pahit kembali mereka terima: beban kerja berat dan upah jauh di bawah harapan. Kondisi semakin buruk ketika orang yang membawa mereka ke Riau kabur membawa uang hasil kerja mereka.
“Sudah jauh dari rumah, tidak ada uang, dan pekerjaan pun tidak sesuai janji. Kami akhirnya memutuskan kabur, meski tidak tahu arah pulang,” ujar Setiawan saat ditemui di Puskesmas DTP Tarogong, Senin, 9 Juni 2025.
Pada 29 Mei, mereka memulai pelarian melewati empat kanal besar dengan kedalaman hingga delapan meter dan lebar delapan meter. Sebagian dari mereka yang tidak bisa berenang harus ditarik menggunakan jeriken. Untuk satu kanal saja, dibutuhkan waktu lima jam, sehingga total 20 jam mereka habiskan hanya untuk melewati kanal-kanal tersebut.
Setelah berhasil melintasi kanal, mereka dihadapkan pada tantangan hutan lebat tanpa jalur. Mengandalkan peralatan seadanya, mereka membabat akar-akar besar yang menutup jalan. Dalam satu jam, mereka hanya bisa membuka jalur sepanjang 10 meter.
“Kami tidak punya alat masak. Mie instan pun terpaksa kami makan mentah. Itu satu-satunya makanan kami,” cerita Panji, warga Kelurahan Ciwalen, Kecamatan Garut Kota.
Selain kekurangan makanan dan alat, mereka juga harus bertahan dari ancaman binatang buas seperti ular, buaya, dan macan yang masih banyak ditemukan di hutan dan kanal.
Di hari ketiga pelarian, keberuntungan mulai berpihak. Mereka bertemu seorang warga lokal yang sedang mencari madu hutan. Warga tersebut membawa mereka ke sebuah camp untuk bermalam. Esok harinya, mereka dibawa ke perkampungan terdekat, diberi makan, dan tinggal selama dua hari.
Namun penderitaan belum berakhir. Saat hendak menuju pelabuhan sawit untuk mencari tumpangan, kendaraan yang mereka harapkan menolak membawa mereka karena takut menjadi sasaran begal. Mereka pun kembali harus berjalan kaki menempuh jarak jauh.
Akhirnya, informasi mengenai keberadaan mereka sampai ke Dinas Sosial setempat. Lembaga tersebut segera berkoordinasi dengan Dinas Sosial Kabupaten Garut, yang kemudian membantu proses pemulangan mereka ke kampung halaman.***
0 Komentar
Anda belum bisa berkomentar, Harap masuk terlebih dahulu.